• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

POV 2 Hari Senin Dena

 on 5 Februari 2014  



            Meski rintik hujan mewarnai pagi, tetapi kamu tetaplah kamu. Dena yang tegar dan penuh integritas untuk menyelesaikan apa yang menjadi tanggung jawab sebagai karyawan swasta. Bukan masalah jika hanya gerimis yang datang bahkan badai pun kau terjang atas nama ambisi, itu karena kamu adalah perempuan muda yang memiliki rambut panjang berombak dengan poni lempar yang terkesan membuat wajah oval mu Nampak kekanakan. Kau terlihat penuh vitalitas ketika kemeja putih berbahan satin berlengan pendek berpadu bersama jeans hitam yang beberapa hari lalu kau beli, demi memuaskan hasrat shopaholic yang memang telah lama kau jinakan tuk sementara. Kakak laki-laki mu sudah menunggu diatas tunggangannya sejak lima menit lalu, ia mulai tak sabar dan menyebutkan sebuah nama panggilan unik yang sering digunakannya memanggil mu.
“uyut, buruan! Entar gue telat nih.
“iya, bang. Ini udahan kok! Seru mu menyahut dengan penuh penekanan manja, sambil bergerak menghampirinya didepan halaman rumah.



            Matahari malu-malu mengintip dari balik mega mendung saat kau turun dari tumpangan kendaraan roda dua kakak mu. Kamu berjalan perlahan menyusuri padatnya pasar modern yang terletak dipinggiran Jakarta. Kedua belah sinar mata mu memancarkan pesona, namun sendu. Tiga titik hitam kecil yang seakan terlihat bagai jejak kaki beruang tertoreh memikat dipelipis sebelah kiri. Kemampuan otodidak dalam merias diri cukup membantu pekerjaan mu sebagai salah seorang beauty advisor kosmetika yang memang menuntut hal itu. Jejeran etalase sudah menanti, mata mu nyalang amati los semi permanen yang berada disebelah tangga. Seorang perempuan muda menyapa sambil tersenyum masam pada mu,
“tumben lo telat, mbak!?
“abang gue dandannya kelamaan, ta! Balas mu datar dengan nada menyenangkan. gembok yang berhiaskan rantai kau lepaskan dari bagian etalase yang terbuat dari kaca menggunakan kunci yang memang biasa kau pegang. Kamu terkaget ketika tepukan kecil mendarat dibahu mu, diikuti suara tenor yang rada serak milik seorang lelaki berucap seenaknya,
“darimana aja de!? Jam segini baru buka toko? Habis keramas!?
“ehmm..itu ban motor abang saya tadi bocor pak. Jawab mu dengan terbata berusaha berkelit.
“ya, asal jangan sering aja bocornya! tukas si lelaki pemilik toko secara ketus. “nanti langsung aja ditata barang-barangnya. Yang udah mau expired taro aja didepan! Tambah si lelaki berambut pendek tersebut sebelum berlalu.
            Matahari merayap naik menelusup dari balik awan yang kehitaman, siang hari dimusim penghujan memang tak seterik ketika kemarau menjelang. tetapi hangat yang terasa singkat dari cahayanya cukup untuk sekedar mengeringkan aspal yang basah. Saat itu kamu masih bergelung dengan pekerjaan mu yang sepertinya santai. Rasa lapar mulai mencapai puncak namun harus kau tahan lantaran jam istirahat dilakukan secara bergantian. Susu putih kental buatan ibu yang kau jadikan asupan bergizi untuk sarapan mulai terserap habis, guna terbakar menjadi energy. Ada sedikit kerutan didahi mu ketika jemari lentik menekan beberapa tombol pada kalkulator. Omset hari ini baru sampai satu juta rupiah, kurang satu setengah juta lagi demi target penjualan harian. Senin dipertengahan bulan selalu menjadi hari yang membosankan sekaligus menjengkelkan bagimu. Bagaimana tidak, toko jarang pengunjung otomatis banyak waktu luang yang terbuang percuma dan puncaknya pendapatan pun harus menurun karenanya. Selanjutnya kau menghembuskan nafas pelan lalu tersenyum tipis yang agak terlihat pahit. Sementara itu perempuan berambut agak pirang dengan gincu merah terang berjalan lambat, memasuki toko. Pandangan mu pun teralihkan padanya saat ia berujar lembut pada mu,
“istirahat, de!?
“iya, mbak. Tadi kan emang nunggunin lo dulu. Balas mu dengan nada menyenangkan.Setelahnya kau beranjak keluar toko untuk mengisi perut yang sudah terasa lapar. Pemangkasan keroncongan membuat lambung mu merasa tenang. Kamu kembali ke stand toko dengan mood yang lumayan senang. Senyuman nyinyir berkembang dari bibir penuh mu ketika celotehan seorang pemuda penjaga toko tetangga menyapa menggoda.
"Pipinya tambah chubby, de. Kalo abis makan!
"Emh.. biasa aja ah. Pungkas mu yang nyatanya agak tersipu.

Siang mulai merangkak, dua jam melompati tengah hari. Kegundahan lantaran omset belum juga tercapai kembali menggangu rasa aman. Namun saat tiga perempuan berusia matang berkostum cokelat dinas harian sipil, menyambangi toko. Asa pun kembali terbuka lebar. Kau layani mereka layaknya putri raja, senyum tipis kau selipkan sesekali dikala rewelnya mulut mereka mendebat kisaran harga yang kau tawarkan. Strategi mereka kurang menandingi kelihaian mu dalam mempertahankan bandrol eyeshadows yang biasanya memang tak bisa ditawar. Begitu pula teman satu profesi mu yang banyak membantu dengan beberapa argumen mumpuni, khas Spg kawakan. Setelah mereka pergi beberapa lembar rupiah pun ikut masuk kedalam pendapatan harian. Walau tidak banyak tetapi hal itu cukup sekedar menghilangkan gundah lantaran omset yang akhir-akhir ini menurun. Kamu pantas merasa beruntung karena kemarin revisi tugas akhir mu telah disetujui oleh dosen penguji, dan menjadikan hari ini lebih terasa indah. Sementara langit pun berubah damai membawa cahaya temaram sore hari. sebuah pesan singkat masuk saat ponsel pintar milik mu bergetar perlahan. Sms yang masuk rupanya dari seorang pria muda, ya seorang pria muda yang hampir dua tahun belakangan ini mewarnai hari-hari mu. Wajah mu yang tengah tatapi layar ponsel seketika berubah kikuk, otot diatas bibir mu pun ikut mengenjang sesaat. Ciptakan ambigu yang membingungkan pikiran mu sendiri. Kau mulai mengetik beberapa kalimat, lalu buru-buru menghapusnya kembali. Untuk beberapa detik kau melamun, dan selanjutnya mengetik lagi guna membalas pesan tersebut. Tanpa kau sadari pikiran mu dipenuhi selubung problematika cinta yang sepertinya biasa, kini merenggut fokus mu dengan segera. Kau coba tekan geliat itu kuat -kuat atas nama profesionalitas. Namun jadi percuma sebab pikiran serta emosi tetap bercabang.
Sosok pria muda berjaket jeans belel yang dirangkap dengan hoody hitam pada bagian dalam melangkah pasti, walau agak terlihat perlahan. Wajahnya siratkan satu makna dalam yang terasa miris tanpa adanya senyuman tipis sedikitpun. Wajah itu lah yang kemudian tatapi dirimu secara kilat dalam hitungan detik, saat ia melewati depan toko. Meski sempat terperangah tapi kau sadari jika jalan yang sekarang tengah kau ambil menjanjikan sesuatu yang lebih. Walau rasa untuk si pria muda bermuka tirus itu tetap membekas tinggalkan cerita.
"Itu bukannya si satya, de? Sela perempuan berambut agak pirang buyarkan imaji.
"Ya, mbak. Balas mu pendek. seakan menghindari pertanyaan lebih jauh kau lantas mengalihkan laju pembicaraan.
"Si gita belom balik mbak dari musholla? Tumben lama amat.
"Palingan ketemu bokin nya di agen beras. Timpal rekan satu profesi mu coba menduga ajukan pendapat. Setelahnya kau tutup notes panjang tempat dimana log penjualan toko tertulis disana. Berbagai macam perlengkapan yang masih tak berada pada tempatnya kau rapihkan, ini wajar karena jam pulang akan segera datang. Tiap gerakan mu menandakan kekacauan pikiran yang sengaja kau tahan, hadirkan bermacam ilusi yang berputar dalam tempurung kepala. Benar bila pria muda tersebut yang mengirim pesan singkat pada mu baruasan. Benar bila kau pernah sangat merindunya, benar bila ia pernah sangat berarti, benar bila ia pernah jadi andalan, dan benar pula adanya bila kau terpatri dalam palung jiwanya. Namun semu adanya ketika kau memilih arah lain demi agenda hidup mu. Semua coba kau lawan sebisa mungkin meski rasa ke akuan mu buyarkan logika.
Kumandang azan maghrib menggema sayup-sayup diudara bersama hingar kegiatan manusia yang menyedot perhatian penuh dari sang pencipta. Dengan tak bergairah kau gembok etalase kaca. Terakhir kedua mata mu menyapu tiap inci toko, saat kau rasa cukup barulah kau melangkah keluar untuk menuju rumah, setelah seharian bergelut bersama waktu. Di sekitaran area pasar suasana nampak masih ramai. Deru kendaraan bermotor disertai sesekali bunyi klakson menyatu dengan hiruknya jam pulang kantor. Gerak mu hati-hati ketika menyebrangi jalan raya yang mengarah ke ibukota bagian timur. seakan tujuan mu dapat dipastikan bila ingin menunggu kendaraan umum diarah sebaliknya. Kau berjalan landai dihamparan trotoar setelah berhasil menyebrang. Bias sendu wajah mu beritakan jiwa mu yang diselimuti kemelut. Ada sedikit rembasan keringat didahimu yang terhias poni menyamping yang berpadu rambut panjang berombak. Seketika kau menghentikan sejenak langkahan kaki, saat angkutan kota berwarna biru berhenti didepan mu. Kemudian dengan satu gerakan pelan kau pun naik ke dalam lalu menempati bagian yang kosong. Empat roda melaju kembali, seiring dengan itu harap mu terlontar dalam hati semoga apa yang kau alami kini dapat segera berlalu dan selasa pun lebih cerah dari hari ini. 
 

POV 2 Hari Senin Dena 4.5 5 Dansde 5 Februari 2014             Meski rintik hujan mewarnai pagi, tetapi kamu tetaplah kamu. Dena yang tegar dan penuh integritas untuk menyele...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang bijak selalu meninggalkan jejak dengan berkomentar.
REGARDS

Terima Kasih Telah Datang

J-Theme