Matahari kembali datang sinarnya
terlihat agak samar memasuki jendela kamar, karena terhalang gorden kumal yang
hanya dicuci jika idul fitri menjelang. “Aku Satya. Gumam pria berhidung
lancip, sambil menatapi refleksi dirinya sendiri didepan cermin. disela
bibirnya terdapat sisa rembasan liur akibat tidur dalam posisi miring semalam.
Jam dinding seperti tampak tersenyum ketika pria itu mendongak meliriknya,
minggu pagi adalah waktu yang tepat buat jalan-jalan begitu pikirnya sebelum
menguap dan keluar dari kamar bersama handuk yang tersampir dibahu.
Satya hanyalah seorang pemuda yang
suka kebebasan, rasa ingin tahunya terkadang melebihi bobot otaknya sendiri.
Jika dapat dibilang hal itu merupakan titik lemah dalam diri pria berwajah
melankolis tersebut. meski begitu satya sering tertolong oleh pemikiran
positifnya yang selalu berpegang teguh pada logika dengan disertai sedikit
wawasan tentang sifat-sifat manusia. Kemudian kisah ini pun bermuasal dari
sana, dimana sebuah pertemuan di minggu siang menjadi pemicunya.
Di sebuah ruang terbuka hijau pohon
rindang cukup memberikan segenap keteduhan bagi kebanyakan manusia yang tengah
menikmati hari libur mereka disana. pria muda bernama satya pun ikut ambil
bagian meramaikan taman kota yang hiruk didominasi oleh para remaja berusia
belasan. Sudah tentu usia satya tak dapat lagi digolongkan kedalam usia
tersebut, karena memang dua puluh dua tahun bukanlah ukuran umur seorang remaja.
Tetapi umur tidak mempengaruhi seseorang untuk memulai percakapan dengan siapa
pun yang dia mau, dan itu lah yang kini dilakukan satya.
Pria muda itu bertanya pada gadis
yang sedang duduk seorang diri dipinggir tanggul beton berukuran panjang
berisikan beraneka ragam tanaman, “Maaf, sekarang jam berapa ya? Suara satya
terdengar menyenangkan penuh percaya diri. Si gadis menoleh sesaat kearah
lengannya kemudian dengan cepat berpaling menatap satya. Ia pun berkata, “Jam
10 empat lima! Suaranya terdengar serak namun enak didengar.
“Makasih
ya. Balas satya tulus.
Gadis
itu pun menjawab singkat, “Ya, sama-sama!
Satya
segera berpaling membelakangi gadis tadi baru saja dua langkah dia menjauh,
ketika tiba-tiba pikiran primitifnya
memunculkan keingintahuan yang membuat ia kembali berbalik arah.
“Sorry..gue
boleh minta tolong kan? Ada kecanggungan saat kata pertama terlontar dari bibir
satya tapi setelahnya kalimat yang terangkai begitu meyakinkan.
Gadis
tersebut masih tetap duduk pada posisinya semula, dengan memandangi serius
layar blackberrynya, Ia menaikan kepalanya sedikit untuk menatap satya lalu
bibirnya mengeluarkan satu kalimat tanya. “Minta tolong apa ya?
Gadis
itu berusia sekitar dua puluh tahun, matanya terbuka lebar menunjukan sikapnya
yang praktis, sementara rambut panjang yang dikuncirnya kebelakang menyerupai
ekor kuda yang halus berkilauan, wajahnya berbentuk oval dan memancarkan daya
pikat khas kota besar.
Pria
muda dihadapannya tersenyum sedikit sebelum mulai bicara menyatakan maksudnya,
“Kalo
boleh, gue mau pinjem BB lo sebentar buat nelepon ke Hp gue. Soalnya gue cari
di tas gak ada!? Pria muda itu diam sebentar. “Lo yang nyoba neleponin juga gak
apa-apa kok’. Tambahnya menggunakan tekanan di akhir.
“Boleh.
coba sebutin nomernya? Kata si gadis ringan.
Satya
maju mendekat kemudian mendaratkan bokongnya persis disamping gadis tersebut.
dan mulai mendiktekan sejumlah angka
padanya. Setelah menekan beberapa tombol si gadis lantas menempatkan blackberry
disisi telinga kanannya. Gadis itu memandang kedepan tanpa emosi menunggu
respon dari ponsel lain yang coba ia hubungi. Bunyi beep panjang terdengar
berurutan lalu ia pun mencoba memencet keypad hijau sekali lagi, meski hasilnya
nihil. si gadis malah menunjukan senyum simpul yang terkesan dipaksakan. “Gak
ada jawaban nih!? Ucapnya menjelaskan. “Yang bener? pria muda lawan bicaranya
menatap dengan pandangan heran. Gadis tersebut menjawab sembari mengulurkan
blackberrynya kepada satya, “Beneran! Kalo gak percaya lo boleh coba sendiri!? Satya
hanya menggelengkan kepala yang keningnya nampak berkerut memikirkan sesuatu. Si
gadis meliriknya dan membuka kalimat, “Mungkin hape lo ketinggalan dirumah
kali?. Pemikiran itu telah berada dalam otak satya sebelum gadis disampingnya
memberikan pendapat, kenyataanya sekarang pemikiran itu bertambah kuat. “Ya,
bisa jadi. Kata si pria muda memutuskan. Satya menoleh kepada gadis
disampingnya. Sekilas tatapan mereka beradu. kemudian cepat-cepat satya
berkata, “Kaya’nya gue pernah liat lo deh?
Si
gadis menjawab penuh semangat sambil memicingkan mata, “Masa sih!? dimana?
“Iya,
tapi gue lupa dimana. Balas satya datar.
“Emhh..mungkin
lo salah orang kali! Sambung lawan bicaranya seakan tak peduli, bertolak
belakang dengan sikapnya barusan yang terdengar antusias.
Satya
tersenyum kecut dan berucap, “Sekali lagi makasih ya! Lalu ia pun menambahkan,
“ Nama lo, Aquarius kan? Intonasinya mantap meyakinkan. Ucapan satya membuat wajah
gadis itu berubah kikuk. “Tau darimana dia zodiak gue! Bisik si gadis pada dirinya
sendiri. Selagi si gadis merenung Pria muda yang masih memandangnya menjulurkan
tangan hendak memperkenalkan diri, “Gue Satya!. Gadis tersebut memilih meredam rasa herannya, seraya
menjabat tangan si pria muda, ia pun lalu menyebutkan sebuah nama, “Cindy!.
Suara seraknya mengandung ciri khas yang akan sulit dilupakan oleh satya.
Seorang pria muda dengan suara
pas-pasan terdengar bersenandung riang dari dalam kamar mandi. Beberapa menit
setelahnya vokalis jadi-jadian yang bagian bawah tubuhnya dililitkan sehelai
handuk itu keluar dari ruang studio dadakannya. Hari ini tepat dua minggu sejak
perkenalan pertamanya dengan perempuan muda bernama cindy. Proses perkenalan
yang seakan disengaja olehnya pun kini berlanjut, dua minggu sudah cukup bagi
mereka untuk saling mengenal. bahkan pengetahuan satya tentang sifat-sifat
manusia banyak membantunya menaikan status perkenalan mereka. Ditambah
pertemuan mereka yang bisa dibilang intens seminggu dua kali maka pantaslah
jika membuat tali pertemanan tersebut semakin erat. Manusia muda berlainan
jenis kelamin ini selalu bertemu pada sore hari di salah satu kafe di bilangan
tebet.
Cindy duduk tenang di pelataran kafe
sambil menatapi layar blackberrynya lekat-lekat, ia berpikir berkicau di
twitter bisa menghilangkan kejenuhannya menunggu. Rambut cindy tergerai
sempurna, matanya yang berbinar seakan menggoda, bibirnya berpoles tipis merah
saga. Kemeja garis-garis yang dikenakannya necis tak serasi dengan jeans pendek
belel yang hanya menutupi setengah bagian atas kakinya. Sedangkan letak kedua
kakinya saling bertumpuk memamerkan kemulusan paha tak bercacat itu. di
seberang jalan nampak seorang pemuda yang baru saja turun dari bus kota. Si
pemuda segera menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri sampai volume kendaraan
dirasa cukup lenggang, ia melangkah cepat menyebrangi jalanan padat tersebut.
dalam tiga menit ia pun tiba di tujuan lalu segera menghampiri cindy yang sudah
menanti sejak belasan menit lamanya.
“udah
lama, cin? Kata satya sambil menggeser sebuah kursi dan duduk diatasnya.
“lima
belas menit masih wajar lah. Sahut suara serak si gadis dengan nada mengejek.
Sindiran
halus yang cindy katakan tidak dipedulikan oleh satya, si pemuda malah
cepat-cepat memanggil pramusaji dengan penuh kewajaran. Tak lama seorang
pramusaji pria datang dengan mata cekungnya yang tampak mencuri pandang kearah
kaki jenjang perempuan muda yang saling bertumpuk itu. Satya memesan dua paket
menu yang serupa, setelah beres mencatat pesanan si pramusaji pun melangkah
malas meninggalkan meja tersebut.
“besok,
lo yakin mau main ke tempat gue? Tanya cindy membuka obrolan, dengan penekanan
kata yang menunjukan pertentangan.
“ya.
Kalo lo ngizinin. Timpal satya ringan. “jam empatan deh gue kesana. Tambahnya.
Cindy
mengatur letak kakinya lalu buru-buru menjawab, “jangan jam segitu, gimana kalo
abis maghrib aja?
Satya
tidak langsung membalas, ia sesaat memperhatikan perubahan mimik wajah cindy
dan berkata singkat, “oke, jam tujuh gue ke tempat lo. Obrolan mereka terputus
sejenak ketika pramusaji mengantarkan pesanan mereka. Si pramusaji hendak
mengulangi perbuatan mesumnya barusan namun sial kali ini pandangannya
tertangkap oleh si pemilik tubuh yang dijadikan objek otak kotornya.
Cindy
mendongak sedikit dengan gerakan gemulai yang dibuat-buat ia berseru, “kenapa
mas!?
Muka
si pramusaji memerah karena malu, “eng..gakk a..pa-apa mbak! Katanya dengan
tergagap.
Sesudah
pramusaji itu pergi cindy tertawa pelan sambil menutupi bibirnya dengan telapak
tangan.
“hehehe.
Mupeng mau belaga bego! Gumamnya tak jelas menunjukan dua ekspresi yang
berlainan. Satya memadangi perempuan muda tersebut sambil merenung lalu
kemudian ia menyahut dengan halus, “tapi se’enggaknya matanya jujur tentang
pikirannya. Mendingan kita mulai makan aja nyo! Sambungnya sembari mencomot garpu
dan sendok dari tempatnya. Dan cindy pun mengikuti gerakan tersebut tanpa
berkata. Selanjutnya mereka berdua pun bersantap, diselingi dengan
obrolan-obrolan kecil.
“eh..tadi
pas lo bilang si mas itu jujur maksudnya apaan!? Tanya cindy yang coba membahas
kembali hal itu.
Tanpa
disangka satya berkata blak-blakan, “dia ngeliatin paha lo karena emang
pikirannya bilang begitu, berarti jujur kan dia!?
Selesai
mengunyah cindy pun menjawab, “buat apa jujur kalo mesum!
“misalnya
gue yang daritadi duduk disini bareng lo yang ngelakuin itu. apa bakalan lo
sebut mesum juga?
“mungkin.
Singkat cindy tak acuh.
Sikap
cindy yang mendadak masa bodoh menggelitik satya untuk mengetahui lebih banyak
hal tentang diri perempuan ini. “gue denger-denger kampus lo banyak ayamnya?
Telisik satya.
“ah
cuma gossip itu, jangan percaya. Ucap cindy datar.
“gue
denger dari adik temen gue, dia kuliah juga disitu cuma beda jurusan sama lo.
Ungkap pemuda berkumis tipis tersebut menguatkan pertanyanya barusan.
Cindy
mengambil sehelai tissue dan menyeka pinggir bibirnya bersamaan dengan itu selera
makannya pun telah hilang, “siapa namanya? kali aja gue kenal tuh anak. Balas
cindy sembari membuka satu kancing kemeja yang membuat belahan buah dadanya
agak terlihat. “gerah, padahal udah sore tapi panasnya sama aja kaya tengah
hari. Sambungnya kemudian.
“rian.
gue udah pernah tanya, dia gak kenal kok’ sama lo. Timpal satya lembut penuh
keyakinan. Satya menatapi sosok cindy dengan cermat, ia buang jauh-jauh hasrat
diotaknya untuk menoleh ke bagian dada yang tersingkap itu agar pikirannya
tetap jernih dalam mengamati. Satya menangkap bahwa sikap cindy merupakan
sebuah kepura-puraan, sedangkan gerak tubuh serta perilakunya menandakan
sesuatu yang lain. Satya mulai merangkai kesimpulan. namun masih ada beberapa
pertanyaan yang harus terjawab sebelum kesimpulan tersebut utuh. Sesaat satya
berbisik dalam hati semoga apa yang dibayangkannya tidak mucul sebagai
kenyataan karena dalam hatinya ada sejumput rasa yang mulai berkembang.
Keesokan harinya, satya tengah
menikmati pagi dengan segelas susu cokelat di teras rumahnya. Wajahnya masih
nampak lusuh karena memang belum mandi, jika ada sisa bulir-bulir air pada
wajah satya itu hanyalah buah dari cuci muka secara kilat. gerakannya perlahan
ketika tangannya mengambil smartphone yang tergelatak diatas meja kecil
disebelahnya. Ia merenung untuk beberapa saat lalu menaruh kembali
smartphonenya ketempat semula mengurungkan maksudnya. Satya masih setia dalam
lamunannya tentang cindy, pemikiran yang dulu terlintas waktu mereka pertama
kali bertemu mengusik rasa ingin tahunya. Ia beranggapan pernah melihat cindy
disuatu tempat tetapi sayang ia tak dapat mengingat hal tersebut lebih jauh. Semakin
dalam satya menelusuri memori otaknya hingga suara tukang Koran yang rutin
datang tiap pagi memecah lamunannya.
“Mas,
korannya! Teriak seorang pria berumur belasan dengan sepeda Bmx dari balik
gerbang yang langsung melemparkan seonggok bundle surat kabar kearah rumah.
Setelah
si pengantar Koran ngebut bersama sepedanya satya berjalan malas mengambil
koran yang tergelatak dibawah kotak pos. ia duduk kembali ditempatnya dan mulai
membaca halaman depan dari Koran itu.
Dikolom berita utama tertulis tentang kebakaran di sebuah klub malam
ternama di daerah kemang. Mendadak pikirannya mendapat stimulus dan
merangsangnya mengingat apa yang direnungkannya barusan. “Klub malam, kemang
dan cindy Ulang satya dalam benaknya. Sekarang ia baru ingat dimana wajah gadis
tersebut muncul pertama kali didepan hidungnya. Bukan ditaman melainkan diklub
malam dibilangan kemang.
Malam baru datang ketika satya tiba
di sebuah rumah besar berlantai dua yang kelihatannya memiliki banyak pintu.
Dibalik gerbang berkarat cindy telah menunggunya sejak lima menit lalu.
“ayo,
masuk gabung sama temen-temen gue! Ajak si gadis sambil menggeser gerbang
sekuat tenaga. Satya menganggukan kepalanya dan berlalu mengikuti langkahan si
gadis. Begitu sampai di pelataran kamar kontrakan cindy, satya diperkenalkan kepada
dua orang perempuan muda. “kenalin temen gue. kata cindy disertai gerakan
lengan ringan. Satya pun mengulurkan tangannya ke perempuan muda berkulit sawo
matang yang dijarinya terselip sebatang rokok putih, “satya. Ucapnya dengan
seulas senyum.
Perempuan
muda berambut sebahu itu meraih tangan satya dan ragu-ragu tersenyum, “Gue
retno. Balasnya datar. Ekor mata satya kemudian beralih ke perempuan muda kedua
yang sedari tadi memandanginya penuh selidik, “lila. Katanya dengan suara
dibuat lembut setelah menerima juluran lengan satya.
“lo
ngobrol-ngobrol dulu deh sama dua cewek cantik ini, gue beli minuman dulu di
warung depan. Seru cindy sesudah prosesi perkenalan itu usai.
“lo
gak usah rep… kalimat satya terpotong oleh suara cindy yang kembali berbicara.
“titip temen gue dulu ya, jangan diapa-apain! Sesudahnya cindy mengerling
menggoda kearah kedua teman perempuannya sebelum berlalu meninggalkan teras.
mula-mula ada perasaan kikuk terlihat di rona wajah satya, namun setelah retno
membuka obrolan rasa itu menghilang begitu saja.
“eh,
cowok lo kenal sama cindy dimana?
“ditaman
menteng. Singkat satya tak menunjukan ekspresi berlebihan. Satya memberikan
kejujuran sikap, meski pernah melihat sosok cindy di sebuah klub malam tetapi
hal tersebut tidak masuk hitungan perkenalan baginya.
Sebelum
kembali berkata retno menyabet kaleng soft drink diatas meja kecil, gerakannya
yang luwes mempertontonkan tengkuk bertattonya tanpa sadar. “oh, udah lama lo
kenal dia?
“belum
ada sebulan sih. Kata satya dengan seulas senyum. Dan sekali lagi perempuan
muda itu bertanya, “lo kerja or kuliah?
Nanya
mulu nih cewek ?. bisik satya pada dirinya sendiri. Ia lalu membalik keadaan
sekenanya “gue kuliah! Kalo lo berdua?
Retno
yang barusan menggebu bertanya menjawab belakangan, karena lila yang sedari
tadi sibuk menyimak obrolan itu menjawab lebih dulu. “gue kerja. Suaranya
terdengar manja sesuai dengan potongan poninya yang berderet rapi diatas alis
matanya. “gue kuliah sambil kerja! Sambung retno kemudian.
Sambil
tersenyum lila berkata polos seenaknya, “eh satya..lo lagi modusin si cindy ya?
Satya
tertegun beberapa detik, “lebih enak dibilang PDKT daripada modus. Jawabnya malu-malu
ia pun segera menambahkan penuh tekanan, “tapi jangan bilang sama cindy dulu
ya!
“yakin
lo mau pacaran sama cindy!? Telisik lila kekanakan. Mendengar kalimat temannya
retno langsung berpaling kearah lila dan memelototinya serius. Pria muda
dihadapan mereka coba menangkap arti dari pandangan yang menyiratkan
kejengkelan tersebut.
Retno
beralih menatap satya, “mendingan lo gak usah ngarep yang muluk-muluk deh!
Sergahnya ketus. dahi satya berkerut, matanya menyipit heran, “gue gak ngerti deh!
Sebenernya ada apa sih!? Timpalnya mencari penjelasan.
“emh..itu..!
lila hendak berbicara tetapi retno cepat-cepat memotongnya “udah biar gue aja
yang jelasin. Belum sempat retno menjelaskan maksudnya, cindy sudah keburu
datang dengan bungkusan ditangan. Perempuan bertatto itu pun kemudian
mengurungkan niatnya dan berhenti berbicara.
Sambil
memberikan sekaleng softdrink pada satya, cindy berkata. “nih, minum dulu!
Setelah itu tubuhnya beringsut duduk ke kursi yang kosong.
“thanks.
Balas satya singkat setelah menyambar
kaleng dengan halus.
Retno
dan lila berpandangan sesaat, gerak-gerik mereka berdua menampilkan tanda tanya
tersendiri dibenak satya. Ingin rasanya ia mendesak retno dan lila untuk
menjelaskan apa yang mereka sembunyikan, tetapi logikanya tidak memberi restu.
“yah
begini deh kontrakan gue, sa! Sori ya kalo gak nyaman. Kata cindy canggung
menggunakan keluhan sebagai kalimat pembuka obrolan.
“ah
gak ko, menurut gue nyaman disini. Oh..ya lo tinggal disini sendiri? Balas
satya penuh perhatian.
Cindy
tidak lantas menjawab, matanya menerawang bargantian kearah kedua temannya
seakan meminta persetujuan. Lila menaikan bahunya sedikit, retno tetap dingin
lalu menyulut sebatang rokok lagi. Akhirnya cindy memutuskan. “em..gak itu, gue
disini sama bokap.
Satya
menyeringai terpukau oleh selubung yang diciptakan ketiga gadis tersebut.
“kenapa lo gak bilang daritadi, cin! Satya berdiri dari duduknya dan menambahkan,
Mana bokap lo!?
Cindy
mengikuti gerak satya lalu berdiri dengan malas, “percuma dia gak bakal
ngerespon lo! Jawabnya dengan pahit.
“kalo
belom dicoba mana tau!? Sahut satya bersikeras. “paling cuma bapak-bapak yang
kolot. Ocehnya membatin.
“yaudah!
Singkat cindy menyetujui dengan berat hati sembari berjalan kedalam terlebih
dulu.
Kontrakan tersebut tidak besar hanya
seukuran ruang tamu tipe rumah 36. di tengah ruangan terdapat kamar tanpa pintu
yang hanya tertutup gorden manik biji congklak. Di sebelah kiri ada selasar
sempit yang menuju kamar mandi berpintu plastik merah muda. Perabotnya
sederhana. lemari kurus bertingkat berdiri sejajar dengan meja belajar serta
kasur ber-per terbalut dengan bedcover
pucuk magnolia terbujur di lantai. Namun benda-benda elektronik disana nampak mencolok.
Sebuah televisi flat bertengger angkuh di dinding ruangan berhadapan dengan Ac
mini yang hampir menyentuh langit-langit, dispenser tanpa galon merapat teratur
disudut, diatas meja belajar sebuah laptop terkatup berdampingan bersama rice cooker. Menterengnya peralatan
elektronik didalam kontrakan, menimbulkan kontradikisi di pikiran satya.
Cindy
mengeluarkan kalimat cepat-cepat.“tunggu sini bentar. Setelahnya ia pun melesat
ke kamar tanpa daun pintu.
Satya
mengangguk mengerti dan melanjutkan tatapannya berkeliling ruangan. Diteras
keadaan senyap hampir tidak ada suara dari kedua perempuan muda yang berada
disitu, hanya aura mereka saja yang mungkin masih terasa. Satya masih berdiri
ditengah ruangan saat cindy kembali sambil mendorong lelaki tengah baya
menggunakan kursi roda, salah satu tangannya sibuk menyibakan gorden
manik-manik untuk membuka jalan bagi mereka. Cindy berkata ketika tiba
dihadapan satya, “ini bokap gue. Sekarang lo mau ngapain!? Suara seraknya
terdengar meninggi. Satya tak membalas perkataan cindy dengan kalimat. ia cuma
membungkuk lalu mendekatkan dirinya kepada lelaki yang mematung di atas kursi
roda. Satya meraih lengan kanan si lelaki perlahan untuk menyalaminya.
Dirasakannya lengan tersebut bagaikan
tak bertulang, lemas tanpa kehidupan. Setelah mendekatkan keningnya pada
punggung tangan lelaki itu satya menyimpan pemikirannya barusan dan berkata
dengan sopan, “saya satya pak. Si lelaki tak merespon, lidahnya seakan kelu
sedangkan kepalanya masih tetap pada keadaan semula, miring kearah kiri bertumpu
pada bahu. Hanya kedipan matanya yang seperti memberikan sebuah isyarat.
“udah
lah percuma! bokap gue tuh lumpuh kena stroke. Ada getaran dalam suara serak
cindy. “kan gue udah bilang percuma. sambungnya sembari membalikan kursi roda
ayahnya. Satya hendak mengambil alih pegangan kursi roda. Tetapi niat baiknya
segera ditampik cindy “lo tunggu aja diluar. Singkat cindy tegas. Satya melihat
sekilas perubahan mimik wajah cindy yang menyiratkan suatu emosi dan dengan
berat hati ia pun berjalan keluar.
Di teras lila dan retno menatap
secara bersamaan sosok pria muda yang baru saja keluar. Tanpa menunggunya duduk
retno bertanya, “gimana!? Senyum mencemooh tersimpul dibibir tipisnya. Dengan
enggan satya mengangkat kedua bahunya, “biasa aja. retno menanggapi dengan
dengusan lalu menghembuskan asap rokok pelan-pelan ke udara. “cowok sok sopan!
Lo tuh gak tau siapa cindy. Umpatnya dalam hati. Satya menatapi gerak retno
sambil merenung menerka apa yang dirahasiakannya, karena satya merasa perlakuan
retno agak dibuat-buat dengan maksud untuk memadamkan niatnya mendekati cindy.
Lambat-lambat pria muda itu pun membulatkan tekad untuk tetap menyampaikan isi
hatinya pada cindy begitu perempuan muda tersebut kembali. Sementara masalah
retno ia biarkan terbang jauh meninggalkan rongga kepalanya.
Cindy muncul dengan kikuk, keadaan
yang tak biasa menggangu perasaannya kini. perempuan muda itu pun meletakan
dirinya pada kursi di samping satya. Dua pasang mata menyorotinya ragu-ragu.
Hanya lila yang tidak menatap nanar kearahnya, perempuan muda itu tengah
pura-pura sibuk memenceti layar smartphonenya sambil memasang telinga baik-baik
layaknya kelinci yang sedang di buru. Satya berpaling ke perempuan muda yang
sedang tertunduk disebelahnya. Ia pun berbicara, wajahnya berubah serius.
“sorry, gue gak tau kalo bokap lo stroke. Daripada kelamaan mending gue
langsung aja omongin maksud gue kesini! Kalimatnya terdengar tenang dan wajar.
Cindy
menoleh sedikit ke sumber suara dan menegakan kepalanya, “ya, gak masalah.
Omongin aja apa yang emang lo pengen omongin. Kali ini suara seraknya keluar
dengan teratur.
Satya
diam sejenak, memilih kata-kata yang akan di utarakanya. “gue suka sama lo!
Tandasnya penuh keyakinan. kedua orang lainnya yang tadi sempat terlupakan,
saling berpandangan mereka berdua terkesiap mendengar hal tersebut. Retno
bergumam pada dirinya,”bagus lah, semoga aja cepet-cepet balik nih orang!.
Sambil mencampakan puntung rokok ke asbak. Gelombang aneh yang menjalar diruas kepala lila
membuatnya tertegun dengan mata nyalang. Mata itu berbinar menyiratkan sesuatu
yang dalam.
Cindy
belum menjawab air mukanya tak berubah. dengan suara datar akhirnya ia berkata
singkat “oh, yaudah. Memang bukan jawaban yang melegakan bagi telinga satya,
tapi ia sadar harus berpikiran positif guna mencermati situasi ini.
“udah
gitu doang!? Gak ada yang lain? Pancing
satya agar dapat penjelasan.
“udah
emang lo nunggu apa lagi!? Besek? Umpan satya tak mempan cindy malah berkelakar
seenaknya. “satya..satya kita itu baru kenal sebulan! Masih banyak cewek yang
lebih baik dari gue. Sambungnya berikut seulas senyum meremehkan. Satya tak
mendebat perkataan itu, ia hanya mampu tatapi wajah cindy lekat-lekat beberapa
saat sambil merenung. apa yang dipikirkannya adalah hal-hal kecil mengenai satu
kesimpulan akan diri cindy. Setelah menarik nafas satya pun pamit undur diri,
tanpa banyak berkata-kata lagi.
Derit gerbang berkarat memberikan
isyarat bahwa pencarian satya mencari secercah cahaya cinta tak membuahkan
hasil sempurna. Si pria muda melangkah menyusuri gang dengan lapang dada.
Selubung yang ketiga perempuan tadi ciptakan dilupakannya untuk sementara,
meski rahasia itu sengaja ditutupi oleh mereka. Di depan halte bus yang
lenggang dengan pencahayaan kurang, satya menghentikan langkahnya. Ia langsung
mencari tempat yang kosong agak kepojok disisi dua ibu-ibu yang sedang
mengobrol. Ingin sekali satya merenung mencermati kembali semuanya, tapi kini
pikirannya sudah letih dan sulit untuk fokus. Ia duduk sambil mengaitkan jari-jemari
tangannya, bus yang ditunggu belum datang saat sosok perempuan muda berponi mendekat dari arah gang yang barusan satya lewati.
“lo
mau balik juga!? Ungkap satya ketika perempuan muda berponi itu telah duduk
disampingnya. Lila tidak langsung menjawab kalimat Tanya dari satya, ada segaris
keraguan dalam matanya. Kemudian ia pun berkata dengan pelan, “iya, gue mau
balik juga. Satya menatapi gadis disampingnya penuh perhatian seakan membiarkan
lila untuk mengeluarkan apa yang ingin diungkapkannya. “maaf, ya buat masalah
yang tadi. Bisik lila ragu.
“gak
masalah. Timpal satya enteng. Sementara satya menampakan ketenangan yang
konstan, lila malah terlihat agak canggung dan gadis itu pun kembali berkata
secara tiba-tiba bersama intonasi yang rada meninggi,
“gue
tau, ini gak pantes buat diceritain ke lo. Tapi karena mereka temen gue maka
gue harus cerita ini ke lo! Gue sebenernya udah lama nutupin semuanya, meski
gue tau itu salah. Nah sekarang gue bakalan ungkap siapa mereka sebenernya ke
lo, tya. Karena gue rasa elo itu memang harus tau kebenerannya! Satya tak
bergeming tatapannya hanya terpaku pada wajah manja si gadis dan mendengarkan. “lo
tau situs RealAVA yang ada ditwitter? Mereka berdua berasal dari sana. Sambung lila
yang langsung terdiam sejenak menunggu respon dari pemuda dihadapannya.
“maksudnya?
Jawab satya hampir terdengar seperti bergumam.
“me..reka
itu cewek bookingan. Sahut lila dengan getir.
Hal
yang ditakutkan satya kini menjadi kenyataan, pesona indah kota besar yang
terpampang bias modernitas seakan siap merenggut siapa saja yang terlena akan
gemerlapannya. Satya mematung tanpa suara wajahnya datar tatapi lila. Bus kota
yang ditunggu tiba, teriak lantang kondektur membuyurkan asa. Seperti telah
direncanakan tuhan lila menarik lengan satya dengan lembut untuk bangkit menuju
bus yang akan segera berangkat. Ada senyum manis yang secara tiba-tiba berkembang diwajah perempuan
muda itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang bijak selalu meninggalkan jejak dengan berkomentar.
REGARDS