Jika
aku terus terdiam tanpa melakukan apa pun di tempat ini, apa bedanya dengan
“manekin” yang tak merespon perlakuan apa pun dari para calon pembeli pakaian
di toko itu. Ah sudahlah lebih baik ku buang jauh-jauh saja pikiran tersebut.
Lagi pula toh aku belum lama berada di sini. Jadi wajar saja kalau aku agak
terperangah dengan kemewahan yang ditawarkan oleh mall ini.
Karena tak mau dianggap sebagai
manekin yang hanya berdiri mematung, aku pun mulai melangkah dengan memasang
senyum sumringah dibibir. Disela perjalanan, timbul reaksi aneh dari
orang-orang yang kebetulan berpapasan dengan ku. Orang-orang itu memberikan
kesan yang berbeda-beda, ada yang buru-buru merubah mimik wajahnya menjadi
cemberut, dan ada pula yang langsung memalingkan wajahnya seketika dari hadapan
ku.
“apa
yang sebenarnya terjadi!? Pertanyaan tersebut berkembang lalu menjamur dalam
pikiran.”apa senyum ku, kurang manis? Tanya ego ku narsis. “atau jangan-jangan
mereka telah lupa bahwa senyuman adalah lambang yang paling sederhana untuk
menyatakan kebaikan hati serta ketulusan!? Pikir nurani mencoba mengambil alih.
“apa mereka juga sudah lupa tentang sebuah pepatah yang menyatakan senyum itu
adalah sebuah ibadah!? Semua kemungkinan itu saling tumpang tindih didalam
rongga kepala akibat belum ada jawaban yang tepat untuknya.
Ku biarkan sejumlah pertanyaan
berkembang, sementara eskalator membawa ku ke lantai tiga. di stand kemeja
batik lagi-lagi mata ku tertuju kepada deretan manekin. Manekin-manekin
tersebut menatap ku dengan kepalsuan, seakan-akan tahu bila diriku sedang
mengawasi mereka. Kemudian pelan-pelan aku mendekat mencari setitik ilham,
sambil kedua bola mata ku menyoroti mereka satu persatu dengan seksama. Hanya
sebuah gaya penjualan yang sudah tak asing, kalimat itu tersirat spontan dalam
benak ini. Menggunakan patung untuk menggantikan peran seorang model manusia.
Memang penemuan brilian. Aku tertawa sejenak karena rupanya deretan manekin tersebut
tidak sama sekali memberikan suatu ilham bagi pemikiran ku. Jadi ku putuskan
untuk kembali berjalan melewati lorong-lorong mall yang mana disampingnya
terjejer stand dan etalase berbagai macam benda kebutuhan manusia.
Perburuan ku akan sebuah kesimpulan
sepertinya tak mudah didapat. Sebab kamera permanen ini baru saja menangkap
pencitraan yang kurang wajar terhadap
manusia-manusia muda yang nampak olehnya. Aku menyeringai setelah
melihat proyeksi gambar di tempurung kepala. Mata ku terbelalak memandangi sepasang
muda-mudi sedang berciuman selama beberapa detik, meski sedikit berbeda dengan
adegan romantis film holywood namun hal ini cukup membuatku terkesima.
“amazing, bukankah ini adalah negara timur!? Atau mereka tidak melihat
keseliling terlebih dulu!? Pertanyaan membingungkan ini muncul tanpa permisi
dalam otak menjadi gumpalan abu-abu tanpa sebab. Moral coba hakimi mereka,
tetapi logika memberi pembenaran atas nama hak asasi. Aku sendiri pun belum
yakin apakah pertanyaan-pertanyaan tersebut saling berkaitan atau tidak.
Aku beranjak dari tempat tadi dengan
setengah berlari untuk segera keluar meninggalkan pusat perbelanjaan ini.
Sebelum niat itu sempat terlaksana, sepasang manekin kembali menyita perhatian
ku. Keduanya tampak sangat ceria serta terlihat begitu berbeda jika
dibandingkan dengan manekin-manekin lain yang kutemui. Walaupun hanya patung
tetapi aku merasa mereka lah primadonanya. Mungkin karena banyaknya kepala yang
menoleh mencuri pandang kearah mereka. Jadi sudah sepantasya aku memberikan gelar itu kepada sepasang manekin
perempuan yang mengenakan pakaian dalam wanita tersebut. “mengapa harus manekin
perempuan dengan lingerie, yang paling sering mendapatkan lirikan!? Gumam otak
ku menggelitik. Aku merenung sejenak dan disaat lelaki muda yang baru saja
melewati ku berdiri tanpa permisi diantara kedua manekin yang tengah ku
pandangi renungan ku pun usai. Sejurus kemudian teman si pria muda yang kini
telah berada disamping ku mengeluarkan smartphonenya dari tas kecil yang
tersampir dibahu, setelah mengambil
beberapa foto, kedua pria muda tadi berceloteh cekikan sembari menatapi
hasilnya. Aku menggelengkan kepala lalu bersenandung kecil “manusia oh
manusia”. Ku pendam pencarian tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
masih bergelayut dalam rongga kepala dalam-dalam. Aku pikir melanjutkan niat untuk
melangkah menuju pintu keluar mall adalah satu pilihan yang bijak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Pembaca yang bijak selalu meninggalkan jejak dengan berkomentar.
REGARDS