• About
  • Contact
  • Sitemap
  • Privacy Policy

Manekin

 on 29 November 2013  



Jika aku terus terdiam tanpa melakukan apa pun di tempat ini, apa bedanya dengan “manekin” yang tak merespon perlakuan apa pun dari para calon pembeli pakaian di toko itu. Ah sudahlah lebih baik ku buang jauh-jauh saja pikiran tersebut. Lagi pula toh aku belum lama berada di sini. Jadi wajar saja kalau aku agak terperangah dengan kemewahan yang ditawarkan oleh mall ini.
            Karena tak mau dianggap sebagai manekin yang hanya berdiri mematung, aku pun mulai melangkah dengan memasang senyum sumringah dibibir. Disela perjalanan, timbul reaksi aneh dari orang-orang yang kebetulan berpapasan dengan ku. Orang-orang itu memberikan kesan yang berbeda-beda, ada yang buru-buru merubah mimik wajahnya menjadi cemberut, dan ada pula yang langsung memalingkan wajahnya seketika dari hadapan ku.
“apa yang sebenarnya terjadi!? Pertanyaan tersebut berkembang lalu menjamur dalam pikiran.”apa senyum ku, kurang manis? Tanya ego ku narsis. “atau jangan-jangan mereka telah lupa bahwa senyuman adalah lambang yang paling sederhana untuk menyatakan kebaikan hati serta ketulusan!? Pikir nurani mencoba mengambil alih. “apa mereka juga sudah lupa tentang sebuah pepatah yang menyatakan senyum itu adalah sebuah ibadah!? Semua kemungkinan itu saling tumpang tindih didalam rongga kepala akibat belum ada jawaban yang tepat untuknya.
            Ku biarkan sejumlah pertanyaan berkembang, sementara eskalator membawa ku ke lantai tiga. di stand kemeja batik lagi-lagi mata ku tertuju kepada deretan manekin. Manekin-manekin tersebut menatap ku dengan kepalsuan, seakan-akan tahu bila diriku sedang mengawasi mereka. Kemudian pelan-pelan aku mendekat mencari setitik ilham, sambil kedua bola mata ku menyoroti mereka satu persatu dengan seksama. Hanya sebuah gaya penjualan yang sudah tak asing, kalimat itu tersirat spontan dalam benak ini. Menggunakan patung untuk menggantikan peran seorang model manusia. Memang penemuan brilian. Aku tertawa sejenak karena rupanya deretan manekin tersebut tidak sama sekali memberikan suatu ilham bagi pemikiran ku. Jadi ku putuskan untuk kembali berjalan melewati lorong-lorong mall yang mana disampingnya terjejer stand dan etalase berbagai macam benda kebutuhan manusia.
            Perburuan ku akan sebuah kesimpulan sepertinya tak mudah didapat. Sebab kamera permanen ini baru saja menangkap pencitraan yang kurang wajar terhadap  manusia-manusia muda yang nampak olehnya. Aku menyeringai setelah melihat proyeksi gambar di tempurung kepala. Mata ku terbelalak memandangi sepasang muda-mudi sedang berciuman selama beberapa detik, meski sedikit berbeda dengan adegan romantis film holywood namun hal ini cukup membuatku terkesima. “amazing, bukankah ini adalah negara timur!? Atau mereka tidak melihat keseliling terlebih dulu!? Pertanyaan membingungkan ini muncul tanpa permisi dalam otak menjadi gumpalan abu-abu tanpa sebab. Moral coba hakimi mereka, tetapi logika memberi pembenaran atas nama hak asasi. Aku sendiri pun belum yakin apakah pertanyaan-pertanyaan tersebut saling berkaitan atau tidak.
            Aku beranjak dari tempat tadi dengan setengah berlari untuk segera keluar meninggalkan pusat perbelanjaan ini. Sebelum niat itu sempat terlaksana, sepasang manekin kembali menyita perhatian ku. Keduanya tampak sangat ceria serta terlihat begitu berbeda jika dibandingkan dengan manekin-manekin lain yang kutemui. Walaupun hanya patung tetapi aku merasa mereka lah primadonanya. Mungkin karena banyaknya kepala yang menoleh mencuri pandang kearah mereka. Jadi sudah sepantasya aku  memberikan gelar itu kepada sepasang manekin perempuan yang mengenakan pakaian dalam wanita tersebut. “mengapa harus manekin perempuan dengan lingerie, yang paling sering mendapatkan lirikan!? Gumam otak ku menggelitik. Aku merenung sejenak dan disaat lelaki muda yang baru saja melewati ku berdiri tanpa permisi diantara kedua manekin yang tengah ku pandangi renungan ku pun usai. Sejurus kemudian teman si pria muda yang kini telah berada disamping ku mengeluarkan smartphonenya dari tas kecil yang tersampir dibahu,  setelah mengambil beberapa foto, kedua pria muda tadi berceloteh cekikan sembari menatapi hasilnya. Aku menggelengkan kepala lalu bersenandung kecil “manusia oh manusia”. Ku pendam pencarian tentang jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang masih bergelayut dalam rongga kepala dalam-dalam. Aku pikir melanjutkan niat untuk melangkah menuju pintu keluar mall adalah satu pilihan yang bijak.

Manekin 4.5 5 Dansde 29 November 2013 Jika aku terus terdiam tanpa melakukan apa pun di tempat ini, apa bedanya dengan “manekin” yang tak merespon perlakuan apa pun dari par...


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang bijak selalu meninggalkan jejak dengan berkomentar.
REGARDS

Terima Kasih Telah Datang

J-Theme